TRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) didesak segera melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan uji materi Undang-Undang Penyiaran.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Judhariksawan dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/12), mengatakan, terkait keputusan MK itu, KPI sudah mendesak Kemkominfo untuk segera melaksanakannya.
"Pemerintah wajib melaksanakan keputusan MK. Selama ini, masalahnya ada pada implementasi yang lemah dari pemerintah. Tidak ada implementasi atas keputusan MK itu. Ini masalahnya dan ini yang harus dijalankan oleh pemerintah," katanya.
MK dalam keputusannya memerintahkan Kemkominfo dan KPI untuk menjalankan secara konsisten amanah UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terutama segera menertibkan praktik-praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang dilakukan oleh perseorangan atau satu badan hukum.
Keputusan MK ini menjawab gugatan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) atas kasus praktik monopoli dan pemindahatangan frekwensi, seperti pada kasus akuisisi EMTK atas Indosiar, padahal EMTK telah memiliki SCTV dan O Channel di satu provinsi yakni DKI Jakarta.
UU Penyiaran dengan tegas melarang kepemilikan lebih dari satu frekwensi di satu provinsi. UU Penyiaran hanya membolehkan kepemilikan dua frekuensi tetapi di dua provinsi yang berbeda.
Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta, yang telah melakukan praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi.
Praktik-praktik seperti ini, menurut MK, bukan masalah konstitusi, melainkan karena gagalnya pemerintah menjalankan UU Penyiaran.
Judhariksawan mengakui, KPI lalu memang gagal melaksanakan amanat UU Penyiaran, sehingga terjadi penguasaan atau pemusatan kepemilikan usaha penyiaran, termasuk penguasaan opini publik, yang berpotensi membatasi dan mengurangi kebebasan warga negara dalam memperoleh informasi.
"KPI saat itu mengeluarkan legal opinion bahwa monopoli kepemilikan, akusisi, dan koorporasi tidak dibenarkan. Tetapi KPI hanya bisa mengeluarkan legal opinion dan tidak bisa sampai ke persoalan persaingan usaha," katanya.
Ditanya apakah KPI akan memberi sanksi kepada pihak yang melakukan monopoli frekwensi dan memindahtangankan frekwensi, Judhariksawan mengatakan, pihaknya tidak sampai ke sana.
Judhariksawan mengatakan, sanksi pidana tidak menjadi pilihan, karena akan bertentangan dengan semangat reformasi dan era kebebasan pers yang berkembang saat ini.
"Pilihannya adalah saksi administrasi dan denda. Seperti di negara lain, ternyata sanksi denda bisa membuat jera dan cukup efektif, karena terkait penghasilan mereka," katanya.
Masalahnya sekarang, kalau KPI mulai memberlakukan sanksi kepada lembaga televisi yang melakukan monopoli dan pemindahtanganan frekuensi, uang denda mau disimpan dimana.
"Perlu ada rekening khusus untuk itu," katanya.
Seperti diberitakan, KIDP mengajukan uji materi Undang-Undang (UU) 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke MK.
Uji materi itu dilakukan karena beberapa pihak, termasuk pemerintah dan industri pertelevisian seringkali mengatakan bahwa peraturan perundang-undangan bidang penyiaran multifatsir, termasuk rencana akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang juga memiliki SCTV dan O Channel.
"Upaya ini adalah untuk memperkuat kepastian hukum, sehingga tidak ada satu pihak pun yang di kemudian hari melakukan kembali pelanggaran UU dengan menggunakan alasan bahwa UU Penyiaran ini multitafsir," kata Koordinator KIDP Eko Maryadi.
Ia mengatakan, filosofi UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sangat tegas dan tidak ada multitafsir di dalamnya.
Anda sedang membaca artikel tentang
Pemerintah Wajib Melaksanakan Keputusan MK
Dengan url
http://medanngepos.blogspot.com/2013/12/pemerintah-wajib-melaksanakan-keputusan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Pemerintah Wajib Melaksanakan Keputusan MK
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Pemerintah Wajib Melaksanakan Keputusan MK
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar