JKN di Medan: Kurang Sosialisasi hingga Minimnya Alokasi

Written By Unknown on Kamis, 19 Desember 2013 | 11.53

Laporan Wartawan Tribun Medan/Liston Damanik

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Mulai tanggal 1 Januari 2014, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk kesehatan yang dipegang  oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) segera dilaksanakan.
Namun sampai sekarang kebanyakan warga yang akan menjadi penerima manfaat layanan BPJS Kesehatan ini belum tahu apa itu BPJS Kesehatan ataupun JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Bekmi Darusman Silalahi,
Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Kebijakan (ELSAKA) yang melakukan pendampingan terhadap isu layanan kesehatan di Medan selama empat tahun terakhir, memberikan beberapa catatan dan rekomendasi dari  Rabu (19/12/2013).

Sosialisasi Terbatas

BPJS Kesehatan memang sudah menentukan siapa yang akan menjadi peserta JKN yang dibagi ke dalam dua katagori yaitu PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan Bukan PBI. Bekmi memprediksi Kategori pertama akan menjadi polemik dan sumber masalah penyelenggaraan JKN kedepannya sebab tidak ada kriteria baku yang bisa digunakan sebagai acuan penentuan siapa yang dikatakan miskin dan tidak mampu.
"Untuk itu pemerintah, BPJS Kesehatan dan pihak-pihak terkait layanan JKN harus turun langsung ke lapangan, tidak cukup menggunakan media elektronik ataupun internet yang jumlah pengaksesnya sangat terbatas," katanya.

Perlu Cek Fisik Lapangan

Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus melakukan pendataan langsung ke lapangan (cek fisik) apakah orang yang namanya terdaftar sebagai peserta JKN atau BPJS Kesehatan adalah benar-benar warga miskin dan tidak mampu. Cek fisik lapangan juga tidak cukup hanya mengandalkan tenaga-tenaga sukarelawan dari mahasiswa, harus melibatkan pemerintahan lokal bersama tokoh masyarakat lokal karena merekalah yang kenal siapa warga miskin dan tidak mampu di daerahnya. Kemudian perlu pengawasan dari lembaga independen untuk proses pendataan ini sehingga tidak sarat dengan kepentingan sekelompok orang tertentu.

Pengawasan Penyelenggaraan JKN

Sebanyak 86,4 juta orang peserta BPJS Kesehatan lewat program peserta PBI yang diklaim pemerintah dipastikan pesertanya masih banyak yang belum terkaver atau bahkan ada yang tumpang tindih. Hal ini merujuk pada alokasi kepesertaan yang diberikan kepada Sumatera Utara yang sekitar 300 ribu peserta dan Kota Medan hanya mendapatkan alokasi 63.000 peserta.
Alokasi untuk Kota Medan ini jauh di bawah coverage kepesertaan JPKMS (Medan Sehat) selama ini yaitu 354.855 jiwa.
Disisi lain, BPJS Kesehatan diprediksi akan membuat rumah sakit menjadi "pasar orang sakit" sebab setiap warga yang sakit akan berlomba-lomba langsung ke rumah sakit tanpa melalui Puskesmas. Dalam hal ini, setiap rumah sakit –karena mandat undang-undang- akan menampung semua warga yang sakit yang menggunakan layanan BPJS Kesehatan atau JKN dan gratis, tapi dipastikan bahwa kualitas layanan akan jauh dibawah standar layanan minimum karena perbandingan sumber daya manusia (SDM) kesehatan dengan warga yang berobat akan jauh perbandingannya, bisa 1 berbanding 100. Alhasil pelayanan juga akan asal-asalan. Karenanya kesiapan rumah sakit dari segi teknis, sumber daya, fasilitas, harus benar-benar disiapkan kalau tidak ingin layanan JKN menjadi masalah baru bagi layanan kesehatan warga.
Menurutnya, carut marut layanan kesehatan yang ada selama ini seperti Jamkesmas, Jampersal, Jamkesda, Medan Sehat, tidak terlepas dari lemahnya pengawasan dari legislatif selaku institusi yang menyetujui pelaksanaan dan pembiayaan program layanan kesehatan tersebut. Untuk itu, kedepannya diharapkan keberadaan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) diperkuat hingga ke tingkat Kabupaten/Kota dengan pelibatan unsur profesional dan lembaga swadaya masyarakat di dalamnya. "Ruang pengawasan publik juga perlu dibuka dan dipublikasikan tentang cara atau model pengawasan dan pengaduan penyimpangannya," imbuhnya.

Pentahapan Yang Tidak Menghilangkan Hak Atas Layanan

Pemerintah telah menetapkan bahwasanya kepesertaan Jaminan Kesehatan di bawah BPJS Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014 dengan menetapkan yang menjadi peserta adalah PBI Jaminan Kesehatan.
Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
"Yang menjadi kekhawatiran adalah dalam proses pentahapan penyelenggaraan ini, bagaimana dengan nasib penduduk yang tidak punya jaminan sosial apapun dan tidak masuk dalam katagori PBI Jaminan Kesehatan? Padahal mereka adalah penduduk yang selama ini juga dibebankan biaya-biaya pajak, retribusi, dan lain sebagainya sebagai penerimaan negara. Siapa yang menanggung mereka? Apakah mereka akan dibiarkan bilamana sakit?"
Untuk itu, katanya, sebaiknya proses pentahapan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan ini tidak harus menghilangkan hak atas layanan bagi setiap warga negara, sekalipun mereka belum terdaftar sebagai peserta JKN atau BPJS Kesehatan. Sebab tidak sedikit penduduk yang stateless (tidak jelas status kependudukannya) karena mahalnya biaya pengurusan administrasi kependudukan. BPJS Kesehatan dan pemerintah harus memberi perhatian lebih kepada kelompok-kelompok rentan yang stateless ini, tidak malah dibiarkan.
Hal lainnya, lanjut Bekmi, agar warga miskin tidak meradang dengan kehadiran BPJS Kesehatan ini, ada baiknya pengintegrasian program-program layanan kesehatan daerah ke BPJS Kesehatan tidak dalam bentuk penumpukan pembiayaan (APBN dan APBD) dalam satu pintu kas.
Menurutnya, jika hal itu yang dilakukan dikhawatirkan akan membuka ladang korupsi baru bagi penyelenggaranya. Untuk itu yang perlu dibangun adalah sistem penyelenggaraan dan pendataan yang terintegrasi antara BPJS Kesehatan dengan pemerintah daerah. Biarkan pemerintah daerah tetap mengelola program dan pembiayaan layanan kesehatan daerah seperti JPKMS, namun data kepesertaannya tidak boleh ganda dengan peserta BPJS Kesehatan. Sehingga nasib peserta JPKMS maupun yang kehilangan status peserta Jamkesmas yang ada selama ini tidak menjadi terombang ambing. Demikian juga dengan jaminan sosial bagi warga yang stateless, bisa dikaver dalam program layanan kesehatan daerah.

(ton/tribun-medan.com)


Anda sedang membaca artikel tentang

JKN di Medan: Kurang Sosialisasi hingga Minimnya Alokasi

Dengan url

http://medanngepos.blogspot.com/2013/12/jkn-di-medan-kurang-sosialisasi-hingga.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

JKN di Medan: Kurang Sosialisasi hingga Minimnya Alokasi

namun jangan lupa untuk meletakkan link

JKN di Medan: Kurang Sosialisasi hingga Minimnya Alokasi

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger