KOMPAS.com, MAGELANG – Umat Buddha menerbangkan seribu lampion dari pelataran sisi barat Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, tepat pukul 02.15.37 WIB, Kamis (15/5/2014). Pelepasan lampion itu sebagai tanda penutupan ritual Tri Suci Waisak 2558 BE/2014 yang dipusatkan di cagar budaya dunia itu.
Menurut kepercayaan umat Buddha, pelepasan lampion yang membumbung tinggi ke angkasa merupakan simbol penyampaian doa-doa dan harapan kepada sang Buddha untuk kebaikan umat di masa yang akan datang. Lampion yang berwarna kuning keemasan itu merupakan penghantar doa agar dikabulkan Sang Buddha.
Umat begitu khusyuk dalam prosesi ini. Mereka duduk bersila, diam dengan sikap tangan anjali. Suasana sakral terasa saat lampion-lampion dilepaskan ke langit malam berhias bulan purnama yang membulat sempurna.
Menurut Ketua DPD Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), David Herman Jaya, puncak Tri Suci Waisak dirayakan sekali dalam setahun ketika bulan purnama yang terjadi di bulan Mei atau Purnama Sidhi. "Penentuan ini mungkin mirip seperti penghitungan bulan dalam Islam," tutur David.
Detik-detik Waisak yang berlangsung hikmad itu diawali dengan semadi para umat Buddha di depan altar utama di sebelah barat Candi Borobudur. Detik-detik Waisak ditandai dengan pemukulan beduk dan genta, kemudian dilakukan pembacaan parita (doa) oleh masing-masing majelis agama Buddha secara bergantian.
Prosesi kemudian dilanjutkan dengan pradaksina yaitu mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali yang dilakukan oleh para Biksu dan Biksuni. Biksu Tadisa Paramita Mahasthaviira dalam renungan detik-detik Waisak, mengajak seluruh umat untuk senantiasa menjunjung rasa cinta kasih, persaudaraan, serta mendorong kebaikan. Cinta kasih adalah keiinginan untuk membahagiakan makhluk lain dan menyingkirkan kebencian. Cinta kasih yang diajarkan Sang Buddha adalah cinta kasih yang universal.
"Welas kasih harus menggema dan menyebar ke segenap penjuru untuk menetralisir akumulasi kegelisahan umat manusia," imbuhnya.
Hari Raya Tri Suci Waisak merupakan hari yang disucikan dan dimuliakan umat Buddha di seluruh dunia. Hari raya tersebut untuk mengingatkan tiga peristiwa paling penting dalam kehidupan Buddha Siddharta Gautama.
Peristiwa penting pertama adalah kelahiran Pangeran Siddharta di Taman Lumbini tahun 623 SM. Peristiwa penting kedua adalah pencerahan dimana Pangeran Siddharta menjadi Buddha di Bodhgaya pada usia 35 pada tahun 588 SM. Ketiga adalah wafatnya Buddha Gautama di Kusinara pada usia 80 tahun (543 SM).
"Ketiga peristiwa agung ini memiliki nilai-nilai keutamaan kebenaran Darma yang sangat diyakini dan diagungkan oleh umat Buddha," kata Pelaksana Tugas Ketua Umum Walubi, Arief Harsono.
Seluruh rangkaian prosesi detik-detik Tri Suci Waisak ini dikuti oleh ribuan umat Buddha dan masyarakat umum dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara. Mereka terlihat bersemangat meski sejak sore hingga malam kawasan candi Borobudur diguyur hujan lebat.
Wakil Presiden Boediono dan Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hadir pada seremoni menjelang detik-detik Waisak itu.
Anda sedang membaca artikel tentang
Harapan Melambung Bersama Seribu Lampion Waisak di Candi Borobudur
Dengan url
http://medanngepos.blogspot.com/2014/05/harapan-melambung-bersama-seribu.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Harapan Melambung Bersama Seribu Lampion Waisak di Candi Borobudur
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Harapan Melambung Bersama Seribu Lampion Waisak di Candi Borobudur
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar