Laporan Wartawan Tribun Medan / Abul Muamar
TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR - Ketua Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Pematangsiantar M Nasir A Siregar mengatakan, di dalam berkurban, seseorang harus punya niat yang kuat.
"Berkorban ini niatnya yang perlu di awal. Jadi niat itu saya pikir yang terpenting. Kita tabung jauh-jauh hari. Kalau alasan sulit keuangan itu gak ada," ujarnya, Minggu (5/10/2014).
Mantan wartawan yang sekarang fokus memperhatikan dunia pendidikan ini bercerita, dulu, saat ia masih hidup berkesusahan, ia selalu menyisihkan honor yang ia terima dari hasil menulis cerpen dan puisi di koran-koran.
"Pertama kali kurban itu waktu aku kerja jadi wartawan Sinar Pagi, umurku waktu itu 23. Gaji wartawan kan sikit dulu. Tapi gak masalah, dari menulis puisi dan cerpen juga sudah terbayar. Umumnya karena kawan-kawan kasian, diterbitakannyalah cerpen awak," ujarnya, sambil berkelakar.
"Waktu itu honor cerpen 750 perak. Tiap minggu itu saya sisihkan. Waktu itu rektor saya di STP (Sekolah Tinggi Publisistis) Mochtar Hasibuan mengajarkan kami bahwa bulu-bulu hewan kurban itu nanti akan dihitung jadi pahala."
Kebiasaan itu pun selalu disampaikannya ke empat anaknya kini. "Ada anakku yang lagi kuliah di Bandung, mau berkurban dia. Tiba-tiba dia telepon tiga hari lalu. Dia bilang pake uang tabungannya sendiri," ujarnya.
Bagi Nasir, berkurban tak hanya sekadar menunaikan ibadah, tapi juga meningkatkan rasa dan jiwa sosial dalam hidup bermasyarakat yang berbeda-beda. Ia pun menganjurkan agar pengkurban tak sungkan membagikan bagian hewan kurbannya kepada yang non-muslim.
"Seperti di suatu tempat, ada yang bertumpuk. Yang berlebih disalurkan ke daerah yang gak ada korban. Selain fungsi agamanya, fungsi sosialnya.
Ini boleh dibagikan ke yang non-Islam, untuk mencapai fungsi sosial itu. Jadi kalau kita membagikan ke tetangga yang bukan Islam itu gak masalah. Dan ke yang orang kaya pun boleh. Jadi anggapan ke yang miskin itu salah. Apalagi di Siantar ini heterogennya tinggi kali. Jadi sama-sama kita merasakan," katanya.
Nasir mengatakan, bahwa dalam Idul Adha, umat Islam harus menunjukkan, bahwa Islam mengajarkan rasa sosialis yang tinggi.
"Sebetulnya Idul Adha ini justru hari raya yang terbesar. Bukan Idul Fitri. Karena Idul Adha ini ada makna yang akan kita gali. Ada beberapa kemenangan. Dan terakhir ini fungsi sosial ini. Inilah yang harus kita capai. Di sinilah kita tunjukkan bahwa kita beragama bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk bermasyarakat," katanya. (amr/tribun-medan.com)
Anda sedang membaca artikel tentang
Islam Mengajarkan Jiwa Sosialis
Dengan url
http://medanngepos.blogspot.com/2014/10/islam-mengajarkan-jiwa-sosialis.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Islam Mengajarkan Jiwa Sosialis
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Islam Mengajarkan Jiwa Sosialis
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar