TRIBUN-MEDAN.com, SURABAYA - Puluhan tahun Jatim dikenal sebagai lumbung sapi nasional. Produksi daging melimpah, hingga 30 persen diantaranya harus dipasok ke pasar luar Jatm.
Tapi kini situasi mulai berubah, sampai-sampai kalangan industri hotel, restoran, dan pebisnias makanan di Jatim mencemaskan ketersediaan daging berkualitas.
Selain harga yang terus meningkat setiap waktu, pasokan daging berkualitas tinggi semakin sulit dicari.
Daging berkualitas yang selama ini diandalkan adalah daging sapi lokal, terutama daging sapi jantan.
Nah, untuk daging sapi lokal jantan inilah yang mulai sulit ditemukan.
Stok di pasaran saat ini didominasi daging sapi betina. Itupun kerap menjadi mainan. sehingga harga daging sering tidak stabil.
Kondisi inilah yang mencemaskan pelaku usaha hotel dan restoran di Jatim.
"Awal tahun ini saja, harganya fluktuatif. Tahun lalu juga demikian, terjadi sekitar tiga sampai empat kali," kata M Soleh, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim, Selasa (15/7/2014).
Bagi para pengusaha hotel dan restoran, ketersediaan daging berkualitas sangat penting.
Menipisnya stok daging, apalagi kelangkaan, akan menjadi guncangan hebat dalam bisnis mereka. Padahal, bisnis restoran sekarang ini sedang tumbuh pesat.
Di Surabaya saja, menurut M Sholeh, saat ini terdapat 150 hotel serta seribu restoran dan kafe.
Tiap hotel rata-rata butuh pasokan daging 250 kilogram perbulan. Sedangkan restoran dan kafe, butuh minimal 100 kilogram perbulan.
"Jadi, hotel serta restoran dan kafe di Surabaya saja, membutuhkan sekitar 137.500 kilogram atau 137,5 ton perbulan," tegas Sholeh.
Satu lagi yang mencemaskan para pengusaha restoran adalah tren pertumbuhan restoran, yang berbanding terbalik dengan tren ketersediaan daging yang terus menurun.
"Industri perhotelan dan restoran di Jawa Timur ini tumbuh sekitar 50 persen setiap tahun," lanjutnya.
Tren penuruan stok daging lokaL bisa dilihat dari populasi sapi di Jatim yang terus menurun setiap tahun.
Hasil sensus pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jatim yang dirilis akhir tahun 2013 menunjukkan populasi sapi di Jatim adalah 3,8 juta ekor sapi potong, sapi perah, dan kerbau.
Ada penurunkan tajam dibanding hasil sensus tahun 2011 yang menemukan angka 5,06 juta ekor.
Kongkretnya, dalam rentang dua tahun ada penurunan 1,23 juta ekor. Itu berarti ada tren penurunan populasi sekitar 600 ekor per tahun.
Secara absolut, penurunan populasi sapi dan kerbau terbesar sejak 2011 hingga 2013 terjadi di Kabupaten Jember dan Kota Madiun.
Penurunannya, masing-masing mencapai sekitar 121.000 ekor dan 106.000 ekor.
Sementara, masih berdasarkan sensus yang sama, tiga wilayah yang mempunyai populasi sapi terbesar adalah Kabupaten Sumenep dengan populasi sekitar 333.000 ekor, Kabupaten Tuban sekitar 252.000 ekor, dan Kabupaten malang sekitar 240.000.
Sedangkan daerah yang paling sedikit populasi sapinya adalah Kota Mojokerto, yakni sebanyak 144 ekor.
(ben/idl)